Teraskabar.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasaman Barat menjatuhkan pidana penjara terhadap lima orang petani di Aia Gadang, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat. Penahanan tersebut dinilai melanggar HAM dan merupakan bentuk kriminalisasi.
Empat orang petani pria atas nama Idamri, Paridin, Jasman, dan Rudi menerima putusan hukuman penjara 2 bulan 15 hari. Sedangkan Wisnawati, petani perempuan menerima putusan hukuman 1 bulan 15 hari.
Sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut 5 orang petani tersebut dengan pidana 5 bulan penjara. Alasannya para petani itu diduga terlibat penganiayaan terhadap anggota perusahaan perkebunan. Peristiwa itu terjadi sebagai reaksi terdakwa atas pemberian racun terhadap tanaman mereka.
Dechtree Ranti Putri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang selaku kuasa hukum para petani menyampaikan pihaknya menerima putusan tersebut dan tidak akan melakukan upaya banding.
"Kami cukup mengapresiasi putusan hakim atas kasus ini karena petani adalah korban pelanggaran HAM yang berkonflik dengan PT. Anam Koto terkait konflik tanah sejak puluhan tahun lalu," ucapnya.
Ia berharap empat petani yang masih mendekamdi Lapas Talu segera bebas secara hukum.
"Bagi kami, masa penahanan sesungguhnya sudah melampaui batas waktu putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat," imbuhnya.
Hal itu juga diperkuat dengan Surat Pengadilan Tinggi Padang nomor W3.U/2182/HPDN/X/2022 perihal penjelasan status penahanan perkara nomor 1.03/Pid.B/2022/PN-Psb tertanggal 4 Oktober 2022 yang menerangkan Pengadilan Tinggi Padang tidak melakukan penahanan terhadap perkara banding kelima terdakwa.
Namun hingga hari ini, Kamis (6/10/2022), Lapas Talu tetap menolak membebaskan 4 petani yang masih menjalani kurungan di penjara.
Menurut Sekretaris Pusat Bantuan Hukum Petani Serikat Petani Indonesia (PBHP-SPI), M. Hafiz Saragih penahanan tersebut merupakan bentuk kesewenang-wenangan.
"Penahanan yang sah tentunya terjadi atas sebuah penetapan oleh lembaga yang berwenang berdasarkan tahapan perkara. Dalam tingkat banding kewenangan untuk menahan atau tidak berada pada Pengadilan Tinggi sebagaimana berlandaskanPasal 238 ayat (2) KUHAP", tuturnya.
Oleh karena itu, PBHP-SPI akan melaporkan penahanan itu kepada lembaga terkait di tingkat nasional, termasuk juga Kementrian Hukum dan HAM serta Komnas HAM.
Tulang Punggung Keluarga
Misdawati, salah satu warga yang menerima putusan pidana merupakan ibu dari 2 orang anak berusia 4 dan 12 tahun. Ketika wartawan Teraskabar.com bertanya terkait harapannya, mata Misdawati berkaca-kaca. "Harapannya, supaya lebih baiklah," ucapnya lirih.
Hal senada disampaikan oleh kakak dari Rudi, salah satu terdakwa. "Rudi memiliki 2 anak. Satu masih balita, satu lagi masih kelas 3 SD. Selain bertani, Rudi merupakan seorang buruh serabutan," paparnya.
"Dari kami sebagai pihak keluarga berharap persoalan ini cepat selesai dan anggota keluarga kami yang masih di dalam penjara cepat bebas," ungkap perempuan yang tidak menyebutkan namanya tersebut.
Sementara itu, mamak dari seorang terdakwa bernama Jasman menyebut kemenakannya memiliki 3 orang anak. "Yang paling tua baru lulus SMA," imbuhnya,
Sedangkan terdakwa Idam memiliki 5 orang anak, yang paling kecil 3,5 tahun.
Baca Juga: Kubu Gadang dan Gantiang Masuk 50 Desa Wisata Agro Sumatera Barat
"Harapan kita, secepatnya adik saya keluar dari penjara. Kami tidak setuju keluarga kami menjalani masa kurungan lebih lama, karena mereka hanya berupaya mempertahankan haknya," ujar seorang perempuan, kakak Idam. [*]