Teraskabar.com - Ribuan mahasiswa dan petani di Sumatera Barat (Sumbar) akan seruduk kantor gubernur Sumbar minggu depan. Meminta pemerintah provinsi Sumatera Barat menuntaskan kasus-kasus agraria yang merugikan petani daerah.
Menurut mahasiswa bahwa persoalan petani masih menyisakan pertanyaan, dan bahkan pemerintah daerah tidak dapat menuntaskan kasus konflik agraria. Beberapa daerah kata Nofri Yandi, Menteri Kebijakan Daerah BEM KM Unand kepada teraskabar.com terdapat beberapa daerah berkonflik masalah agraria.
"Mulai dari Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Agam, Sawahlunto, Solok Selatan. Solok kabupaten, Pasaman, Pasaman Barat dan Mentawai," kata Nofri Yandi, Jumat (23/9/202) saat mimbar bebas depan kampus Unand, Padang.
Baca Juga: Presiden Jokowi dan Prabowo Bakal Bangun Pertahanan Negara di Indonesia Timur
Persoalan agraria di daerah akan menjadi tujuan utama saat unjuk rasa di depan kantor gubernur sumbar, Jalan Jenderal Sudirman, Padang pada 26 September 2022. Sekaligus peringatan Hari Tani Nasional 2022.
"Kita ingin pemerintah daerah punya komitmen dalam upaya membantu keresahan petani-petani kita di daerah," tuturnya.
Mahasiswa di Padang itu juga mengklaim telah melakukan konsolidasi dengan beberapa kelompok petani di daerah, merapatkan barisan untuk berunjukrasa di depan kantor gubernur sumbar.
"Kami mengajak untuk sama-sama peduli terhadap petani di negeri ini. Senin, kita aksi depan kantor gubernur sekaligus peringatan Hari Tani Nasional 2022," kata Nofri Yandi, Menteri Kebijakan Daerah BEM KM Unand kepada teraskabar.com.
Sumatera Barat Darurat Konflik Agraria
Sebelumnya saat wawancara terpisah, Kepala Bidang Agraria Sumber Daya Alam (SDA) LBH Padang Diki Rafiqi mengatakan, salah satu pemicu konflik agraria di Sumbar akibat tambang dan perkebunan sawit.
Anggota LBH Padang itu mengurai beberapa kasus tersebut, seperti di Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan. Masih terjadi penebangan ilegal terhadap hutan produksi konservasi (HPK) seluas 17 hektare.
"Kasus itu sudah menimbulkan satu korban pembunuhan akibat mempertahankan hutannya," kata Diki.
Kemudian di Solok Selatan, konflik di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) bersebelahan dengan Tapan, Pesisir Selatan. "Pada kasus tersebut ada penebangan pohon dan pebebasan lahan," ujarnya.
Semetara di Kabupaten Agam, konflik agraria terjadi di Nagari Pagadih. Yang mana ladang masyarakat jauh sebelum kemerdekaan tiba-tiba keluar penetapan sebagai Suaka Marga Satwa.
"Efek dari konflik Agraria di tengah petani tidak dapat mengolah ladangnya, dan itu terjadi di Nagari Pagadih," kata Diki.
Baca Juga: Copot Kapolda Sumsel Viral Setelah Bentuk Satgas Mafia Tanah
Masih di Agam, terdapat perseteruan antara masyarakat Lubuk Basung dengan PT KAMU yang merupakan perusahaan kelapa sawit.
Adapun di Sawahlunto, persoalan petani dengan PLTU, yang menumpukkan limbah FABA. Limbah tersebut memicu munculnya penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA).
Pelanggaran HAM Berat
Selanjutnya daerah yang menjadi darurat agraria terjadi di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Lokasinya di Gunung Talang, salah satu persoalan di sana terkait izin geothermal.
Masih di daerah yang sama di Nagari Bidar Alam, yang mana pihak PT RAP tidak memberi hak masyarakat sebesar 40 persen seperti janji awal antara RAP dan masyarakat setempat.
Menurut Kepala Bidang Agraria SDA LBH Padang Diki Rafiqi, dari sederet daerah yang berkonflik di Sumbar merupakan pelanggaran, pemeritah tidak hadir dalam kasus tersebut.
"Ini merupakan pelanggaran HAM berat dan Sumbar darurat agraria dari semua kasus yang kami temukan di lapangan," terang Diki Rafiqi.
LBH Padang mendesak pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menuntaskan dan merespon persoalan tersebut. [Daffa Benny]